Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi,
2006):
a. Ringan (Mild atau Debil atau
Moron)
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah
anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi
ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu
didik antara lain:
1) Membaca, menulis, mengeja, dan
berhitung, kepentingan kerja dikemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita
mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam
bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan.
b. Sedang (Imbecile atau Moderate)
Anak tunagrahita mampu latih atau imbecile adalah anak
tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya sehingga tidak
mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu
didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang
perlu diberdayakan, yaitu:
1) Belajar mengurus diri
sendiri, misalnya makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri.
2) Belajar menyesuaikan
lingkungan rumah atau sekitarnya.
3) Mempelajari kegunaan
ekonomi dirumah, dibengkel kerja, atau di lembaga khusus.
Kesimpulannya, anak tungrahita mampu latih berarti
anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk megurus diri sendiri melalui
aktivitas kehidupan sehari-hari (daily living), serta melakukan fungsi
social kemasyarakatan menurut kemampuannya.
c. Berat atau Idiot (IQ 0-25)
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak
tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu
mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri
sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiot is so low
intelectually that he does not lern to talk and usually does learn to take care
of his bodily need (kirk & Johnson dalam Efendi, 2006). Dengan kata
lain, anak tunagrahita rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan
sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan
orang lain (totally dependent) (Patton dalam Efendi, 2006).
Klasifikasi tunagrahita menurut Pedoman Penggolongan
Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III) adalah :
- Tunagrahita Ringan (IQ 50-69)
Penyandang tunagrahita ringan biasanya agak terlambat
dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan
berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan, dan dapat
diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri penuh dalam merawat
diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan kecil) dan mencapai
keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak
dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis, dan banyak diantaranya
mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis. Namun demikian, penyandang
tunagrahita ringan bisa sangat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk
mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi kecacatan mereka.
Kebanyakan penyandang tunagrahita ringan yang tingkat intelegensinya lebih
tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan
praktis daripada akademik, termasuk memerlukan sedikir keterampilan saja. Dalam
konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat
tertentu dari tunagrahita ringan tidak menunjukkan masalah. Namun demikian,
bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak
akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan pernikahan atau
pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi
budaya.
2. Tunagrahita Sedang (IQ 35-49)
Penyandang tunagrahita kategori ini lambat dalam
mengembangkan pemahaman dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat mereka
capai dalam bidang ini terbatas. Keterampilan merawat diri dan keterampilan
motorik juga terlambat, dan sebagian dari mereka ini memerlukan pengawasan
seumur hidup. Kemajuan dengan pekerjaan sekolah terbatas, tetapi sebagian dari
mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca,
menulis dan berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberi kesempatan
mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh keterampilan
dasar. Ketika dewasa, penyandang tunagrahita sedang ini biasanya mampu
melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapid
an diawasi. Jarang ada yang dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa aktif
secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan sosial dalam kemampuan
mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain, dan terlibat dalam
aktivitas sosial yang sederhana.
3. Tunagrahita Berat (IQ 20-34)
Kategori ini umumnya mirip dengan tunagrahita sedang
dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu etiologi organic, dan kondisi yang
menyertainya. Prestasi yang lebih rendah daripada tunagrahita sedang juga
paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan penyandang tunagrahita kategori ini
menderita hendaya motorik atau defisit lain yang menyertainya, dan hal ini
menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna
secara klinis dari susunan syaraf pusat.
4. Tunagrahita Sangat Berat (IQ <20)
Dalam kategori ini, secara praktis individu yang
menyandang tunagrahita sangat berat sangat terbatas kemampuannya untuk mematuhi
atau memahami permintaan atau instruksi. Sebagian besar dari mereka tidak dapat
bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya, inkontinensia, dan hanya mampu
mengadakan komunikasi verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau hanya
mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar
mereka, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan.
Pengklasifikasian atau penggolongan anak tunagrahita menurut American
Psychiatric Association (dalam Kaplan, 1997) sebagai berikut :
- Tunagrahita taraf ringan (mild mental retardation) tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70.
- Tunagrahita taraf sedang (moderate mental retardation) tingkat IQ 35-40 sampai 50-55.
- Tunagrahita taraf berat (severe mental retardation) tingkat IQ dibawah 20 atau 25.
- Tunagrahita, keparahan tidak ditentukan (jika terdapat kecurigaan kuat adanya tunagrahita tetapi intelegensi pasien tidak dapat diuji oleh tes intelegensi baku).
Beradarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
tunagrahita memiliki beberapa jenis berdasarkan tingkat skor IQ yang dimiliki
individu tunagrahita yaitu tunagrahita ringan (IQ 50-69), tunagrahita sedang
(IQ 35-49), tunagrahita berat (IQ 20-34), tunagrahita sangat berat (IQ <20).
3.
Penyebab Tunagrahita
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor
(Kaplan, 1997) yaitu:
Genetik (kromosom dan bawaan)
1) Sindroma down (mongoloid)
dengan karakteristik mata yang sipit, lipatan epikantus, dan hidung yang pesek.
Terdapat persetujuan tentang beberapa faktor penyebab dalam gangguan kromosom,
diantaranya yaitu bertambahnya usia ibu, kemungkinan bertambahnya usia ayah,
dan radiasi sinar-X. Menurut banyak sumber, pasien dengan sindroma down adalah
tenang, riang dan bekerja sama yang mempermudah penyesuaian diri mereka
dirumah. Gambaran tampaknya berubah pada masa remaja yang mungkin mengalami
berbagi kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan kemungkina kecil gangguan
psikotik. Orang dengan sindroma down menunjukkan pemburukan yang jelas dalam
bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah
dalam usia 30 tahunan.
2) Sindroma X rapuh
merupakan penyebab tunggal kedua yang tersering pada tunagrahita. Sindroma ini
disebabkan dari mutasi pada kromosom X yang diketahui sebagai tempat rapuh.
Fenotip yang tipikal adalah kepala yang besar dan panjang, perawakan pendek,
sendi hiperekstensif, dan makro-orkhidisme pascapubertal. Derajat
tunagrahita terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilaku orang dengan
sindroma ini adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas,
gangguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasif, seperti gangguan
autistic. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan
perseveratif dengan kelainan mengkombinasikan kata-kata membentuk frase dan
kalimat. Orang dengan sindroma X rapuh tampaknya memiliki keterampilan dalam
komunikasi dan sosialisasi yang relative kuat, dan fungsi intelektual mereka
tampaknya menurun dalam periode pubertal.
3) Sindroma
Prader-Willi, merupakan akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadik. Orang-orang dengan sindroma ini menunjukkan
perilaku makan yang kompulsif dan seringkali obesitas, tunagrahita, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak-anak dengan
sindroma ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang.
4) Sindroma tangisan
kucing (cat cry syndrome). Anak-anak dengan sindroma ini kehilangan
bagian kromosom 5. mereka mengalami seringkali disertai dengan penyimpangan
kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura
palpebraoblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang
karakteristik, disebabkan oleh kelainan laring, dan sindroma ini menghilang
seiring dengan bertambahnya usia.
Faktor genetik lain:
1) Femilketonuria (PKU),
merupakan gangguan metabolisme bawaan. Sebagian besar pasien dengan PKU
mengalami tingkat keparahan tunagrahita yang berat, tetapi beberapa dilaporkan mengalami
kecerdasan yang normal. Ekserma, kejang dan muntah ditemukan pada sepertiga
kasus. Gambaran anak dengan PKU adalah hiperaktif dan menunjukkan gerakan
yang aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memuntir tangan,
dan perilaku mereka terkadang menyerupai anak yang autistic dan schizofrenik.
Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya terganggu parah atau tidak
ditemukan. Koordinasi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan
perceptual.
2) Gangguan Rett,
merupakan sindroma tunagrahita dominant terkait-X yang degeneratif dan hanya
mengenai wanita. Pemburukan keterampilan komunikasi perilaku motorik, dan
fungsi sosial dimulai pada usia 1,5 tahun. Gejala autistik dan ataksia sering
ditemukan.
3) Neurofibromatosis,
merupakan sindroma neurokutaneus yang paling sering disebabkan oleh
gen dominant tunggal. Gangguan ini mungkin diturunkan, atau mungkin juga karena
mutasi yang baru. Ditemukan pada sepertiga dari penderita tunagrahita taraf
ringan.
4) Sklerosis tuberosis
merupakan sindrom neurokutaneus yang kedua yang tersering. Angka
autisme yang lebih tinggi dibandingkan gangguan intelektual akan menyebabkan
orang memperkirakan gangguan ini.
5) Sindroma
Lesch-Nyhan, merupakan suatu gangguan yang jarang disebabkan oleh
defisiensi suatu enzim yang terlibat dalam metabolisme purin. Sindroma ini
disertai dengan mutilasi diri kompulsif yang parah dengan menggigit mulut dan
jari-jari.
6) Adrenoleukodistrofi,
ditandai oleh demielinasi difus pada materi putih serebral, yang
menyebabkan gangguan visual dan intelektual, kejang, spastisitas, dan
perkembangan menuju kematian. Onset klinis biasanya antara 5 dan 8 tahun,
dengan kejang awal, gangguan gaya berjalan, dan gangguan intelektual ringan.
7) Penyakit urin sirup maple,
gejala klinis dari penyakit urin sirup maple tampak selama minggu
pertama kehidupan. Bayi memburuk dengan cepat dan mengalami rigiditas
deserebrasi, kejang, iregularitas pernapasan, dan hipoglikemia.
8) Gangguan defisiensi
enzim lain.
1. Pada masa sebelum kelahiran
(pra-natal)
- Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama malformasi congential dan tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal. Anak-anak dari ibu yang terkena menunjukkan sejumlah kelainan, termasuk penyakit jantung congential, tunagrahita, katarak, ketulian, mikrosefali, dan makroftalmia.
- Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini seringkali memiliki klasifikasi serebral, mikrosefali, atau hidrosefalus. Diagnosis ditegakkan dengan temuan virus yang positif pada kultur tenggorok urin dengan ditemukannya sel mengandung inklusi dalam urin.
- Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan neuropatologis pada keturunannya, termasuk tunagrahita. Sekarang, insidensi komplikasi sifilitik berfluktuasi tergantung insidensi sifilis pada populasi umum.
- Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya. Penyakit ini menyebabkan tunagrahita ringan atau berat, dan pada kasus yang berat, meyebabkan hidrosefalus, kejang, mikrosefali, dan korioretinitis.
- Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering adalah selama kelahiran. Mikrosefali, tunagrahita, klasifikasi intracranial, dan kelainan ocular dapat terjadi.
- Sindroma AIDS, banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah cukup bulan karena terjadi lahir mati dan abortus spontan. Pada mereka yang dilahirkan terinfeksi virus HIV sampai sepenuhnya mengalami ensefalopati progresif, tunagrahita, dan kejang dalam tahun pertama kehidupan.
- Sindroma alcohol janin, dapat terdiri dari tunagrahita da gambaran fenotipik tipikal berupa dismorfisme fasial yang termasuk hipertelorisme, mikrosefall, fisura palpebra yang pendek, lipatan epikantus bagian dalam, dan hidung yang pendek dan mengarah ke atas. Seringkali, anak yang terkena, mengalami gangguan belajar dan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas.
- Pemaparan zat prenatal, pemaparan prenatal seperti heroin, oplate, seringkali menyebabkan seorang bayi yang kecil untuk usia kehamilannya, dengan lingkaran kepala di bawah persentil ke-10 dengan gejala putus zat yang bermanifestasi dalam dua hari pertama kehidupannya. Gejala putus zat pada bayi adalah iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, tangisan dengan nada tinggi, dan kelainan pola tidur.
- Penyulit kehamilan, toksemia pada kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkendala memberikan bahaya bagi janin dan kadang-kadang menyebabkan tunagrahita.
- Pada saat kelahiran (perinatal)
Tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi
saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia),
dan lahir prematur.
- Pada saat setelah lahir (post-natal)
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis
(peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi (kekurangan gizi, misalnya
kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak), cedera kepala
yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan kecacatan
mental.
- Faktor Sosiokultural
Sosiokultural atau sosial budaya lingkungan dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. Di satu sisi faktor kebudayaan
memang mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan
psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak
berperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap psikofisik dan
psikososial anak. Tunagrahita biasanya secara bermakna menonjol di antara orang
yang mengalami gangguan cultural, kelompok sosioekonomi rendah, dan banyak
saudaranya yang terkena tunagrahita dengan derajat yang serupa. Kehamilan pada
remaja juga sering menjadi penyebab tunagrahita.
Sedangkan menurut Kirk (dalam Effendi, 2006), penyebab tunagrahita yaitu karena
faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan
gen (hereditary transmission of psycho-biologicalinsufficiency)
dan faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan psikologis dari
perkembangan mental.
Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, pemyebab ketunagrahitaan menurut
Devenport (dalam Efendi, 2006) dapat dirinci melalui jenjang berikut:
- Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma,
- Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur,
- Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi,
- Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio,
- Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran,
- Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin,
- Kelainan atau ketunaan yang timbul pada bayi dan kanak-kanak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab tunagrahita
adalah berasal dari faktor genetik dan kelainan kromosom yang terjadi pada masa
pra-natal , pada masa peri-natal seperti adanya sesak nafas dan lahir
prematur, pada masa post-natal seperti infeksi atau meningitis dan
defisiensi nutrisi, serta faktor sosiokultural seperti keberhasian yang terjadi
pada usia remaja.
4. Karakteristik
Tunagrahita
Berdasarkan Efendi (2006) karakteristik anak
tunagrahita yaitu:
- Anak tunagrahita mampu didik (debil)
1) Membaca, menulis,
mengeja dan berhitung.
2) Menyesuaikan diri dan
tidak menggantungkan diri pada orang lain.
3) Keterampilan yang
sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.
2. Anak tunagrahita mampu latih
(imbecil)
1) Belajar mengurus diri
sendiri.
2) Belajar menyesuaikan
di lingkungan rumah.
3) Mempelajari kegunaan
ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di lembaga khusus.
3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot)
1) Tidak mampu mengurus
diri sendiri.
2) Membutuhkan perawatan
sepenuhnya sepanjang hidup.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa karakteristik
indivvidu tuangrahita adalah lamban belajar, kemampuan biacaranya kurang, dan
memiliki penyesuaian diri dengan lingkungan serta cenderung untuk melakukan
tindakan yang kurang wajar dan dilakukannya secara terus-menerus.
5. Dampak Tunagrahita
Dalam Kaplan (1997), dampak dari tunagrahita adalah:
- Gangguan neurologis, laporan menyatakan bahwa resiko untuk psikopatologi meningkat dalam berbagai kondisi neurologis, seperti gangguan kejang. Angka psikopatologi meningkat dengan keparahan tunagrahita, yang menyatakan peningkatan gangguan neurologis saat gangguan intelektual meningkat.
- Sindroma genetik, adanya gangguan defisit atensi/hiperaktivitas yang sangat tinggi; gangguan autistic.
- Faktor Psikososial, citra diri yang negatif dan harga diri yang buruk setelah cirri yang sering ditemukan pada individu tunagrahita ringan dan sedang yang merasa berbeda dari orang lain. Mereka mengalami kegagalan dan kekecewaan berulang karena tidak memenuhi harapan orang tuanya dan masyarakat secara progresif tertinggal di belakang temang sebayanya dan bahkan oleh sanak saudaranya yang lebih kecil. Kesulitan komunikasi semakin meningkatkan kerentanan mereka terhedap kecanggungan dan ilustrasi. Perilaku yang tidak sesuai, seperti menarik diri, adalah sering terjadi. Perasaan isolasi dan ketidakberdayaan yang terus menerus telah berhubungan dengan perasaan kecemasan, disforia, dan depresi.
Sedangkan dampak tunagrahita menurut Efendi (2006),
yaitu:
- Cenderung memiliki kemampuan berfikir konkret dan sukar berfikir.
- Mengalami kesulitan berkonsentrasi.
- Kemampuan bersosialisasinya sangat terbatas.
- Tidak mampu menyimpan instruksi-instruksi yang sulit.
- Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapinya.
Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi di
bidang baca, tulis, hokum, tidak lebih dari anak normal khususnya setingkat
kelas III sampai IV Sekolah Dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar